Awalnya saya membaca sebuah berita
mengenai pelaporan dua selebgram remaja ke KPAI beberapa waktu lalu bernama
Anya Geraldine dan Awkarin. Ketika saya membaca berita tersebut, saya disuguhkan
informasi mengenai dua remaja ini yang tindak-tanduknya di sosial media begitu
mengkhawatirkan. Beberapa diantaranya seperti memamerkan gaya hidup yang bebas
tidak berbatas. Contohnya, merokok, clubbing, mabuk-mabukan, berkata-kata
kotor, pacaran ala barat, berpakaian tidak pantas, lengkap dengan gaya hidup
hedon.
Penasaran, saya pun menelusuri akun
instagram dan youtube keduanya. Karena memang keduanya merupakan selebgram di
instagram dan vlogger yang rajin update video di youtube. Dan alangkah terkejutnya
saya mendapati kenyataan yang lebih detail dibanding fakta yang berusaha
dipaparkan jurnalis pada artikel yang saya baca sebelumnnya. Disana saya
melihat adegan-adegan yang tidak pantas dilakukan remaja belasan tahun
tersebut.
Anya Geraldine misalnya. Dalam
video-video yang di upload remaja 18 tahun tersebut ke chanel youtubenya,
selalu memamerkan gaya pacaran ala barat. Ia tak sungkan berciuman, berpelukan
dan terang-terangan menunjukan bahwa ia bersama pacarnya menginap dalam satu
kamar. Ketika melihat suguhan menggelikan itu, satu pertanyaan menggerayangi
pikiran saya “Dimana orang tuanya? Bagaimana jika orang tuanya melihat video
ini? Tidakkah remaja ini malu pada tetangga-tetangganya, teman-temannya, juga
lingkungan sosial lainnya?”
Beda Anya Geraldine, beda Awkarin.
Konon, remaja ini adalah peraih nilai UN tertinggi di provinsinya, Batam,
ketika SMP. Berprestasi, pemilik nama lengkap Karin Novilda ini diijinkan
melanjutkan sekolah ke salah satu sekolah menangah atas favorit di Jakarta. Petaka
dimulai dari sini. Ia yang semula manis dengan balutan hijab kini tidak risih
berpakaian minim, tubuh dirajah tato, serta rambut dicat pirang.
Di setiap postingannya di instagram
dan youtube, Awkarin tidak sungkan melempar jokes
dengan kata-kata kotor berbau seks. Ditambah gaya hidup tidak sehat yang ia
tunjukkan seperti merokok dan mabuk-mabukan.
Lebih memilukan, keduanya memiliki
penggemar fanatik yang usianya lebih belia dibanding mereka. Bocah-bocah SD,
SMP hingga remaja SMA. Gaya pacaran, berpakaian, dan bicara mereka dijadikan
panutan oleh fans labil yang siap pasang badan jika idolanya tersebut dihitamkan.
Sengaja atau tidak, keduanya telah
menanamkan sikap pembangkang kepada remaja-remaja Indonesia lewat captions ditiap postingan mereka yang
sering menyematkan kalimat semacam “Lebih baik hidup apa-adanya (nakal) tapi
nggak munafik. Silahkan benci gue yang apa adanya dan cintai mereka yang
berlagak baik di depan kamera!.” Percayalah, ketika kalimat provokatif
ini digaungkan berkali-kali, tentu ini akan menjadi semacam sugesti.
Terbukti, kini semakin banyak saja
postingan di youtube dan instagram yang mengikuti gaya mereka. Seperti
mengenakan baju sebatas dada, juga siswa
perempuan merokok beramai-ramai dengan mengenakan seragam sekolah dengan bangganya.
Silahkan cek youtube dan instagram jika tidak percaya.
Saya begitu takut akan perubahan
persepsi remaja kini. Ketika mereka yang berperilaku bobrok dianggap jujur apa
adanya, sementara mereka yang baik dianggap munafik dan pencitraan semata.
Sungguh ini sebuah realita sosial yang memilukan. Dan saya, anda, kita,
kemudian akan kesulitan mencari diksi untuk merepresantasikan sedih jika anak
didik kita berperangai serupa itu.
Pegangi anak-anak kita. Pantau
aktivitasnya di sosial media. Silahkan beri kebebasan namun berbatas. Silahkan
beri fasilitas namun bermanfaat. Terlebih, beri mereka kasih sayang penuh
hingga tidak perlu mereka cari keluar. Beri mereka perhatian hingga tidak
sampai mengemis perhatian di sosial media. Apresiasi karya mereka, agar tidak
sampai mencari sensasi di dunia maya. Lindungi
anak kita dari virus Anya Geraldine dan Awkarin. Sungguh, ini adalah virus
paling mematikan moral anak didik kita!
*Artikel saya ini dimuat oleh surat kabar HALUAN edisi Kamis, 01 Desember 2016*