Selasa, 11 November 2014

Ingatlah, Mantan!


Handphoneku berbunyi petanda ada telepon masuk. Ku lihat di layar, tertera nomor ponselmu. Ya. aku masih ingat betul bahkan sangat-sangat ingat nomor ponselmmu. Aku menarik nafas seraya bertanya sendiri, ada apa hingga kamu menelponku?

            “Halo” ucapmu di ujung telpon. Aku masih terdiam. Hingga kamu mengulang sekali lagi barulah aku membalas.
            “Ya halo. Ada apa?” tanyaku sebiasa mungkin.
            “Ada Tabuik di kotamu hari minggu kemaren kok diem-diem aja? Nggak ngajak-ngajak!”
            Aku tertegun ditodong pertanyaan itu.
            “Salah sendiri kenapa nggak kesini”
            “Pengen sih tapi nggak ada yang dilihat disana”
            “Lho, kan ada Tabuik yang bisa dilihat”
            Kamu pun terdenger tertawa di ujung sana mendengar perkataanku.
            “Apa kabar sekarang?” tanyamu mengalihkan topik pembicaraan.
            “Nggak ada. Lagi santai-santai aja”
            Aku berusaha tak balik bertanya tentangmu.
            “Kapan wisuda?”
            “Masih lama?”
            “Bukannya sekarang?”
            “Ditunda”
            “Oh”
            Kita berdua sama-sama hening.
            “Gimana kabar ibu?” tanyamu setelah lama diam.
            “Baik”
            Aku bahkan tak berniat sedikitpun menanyakan kabar ibumu.

            Aku tak ingin larut dalam percakapan ini. Dan mengulang kebodohan lagi. Aku berharap kamu segera mematikan telpon. Tapi kamu malah terus berusaha membuatku bebicara panjang lebar. Persis seperti dulu. Tapi sekarang, aku tak lagi bisa bercerita tentang apa yang ku lihat, dengar dan rasakan padamu. Kamu sendiri yang merubahku menjadi tertutup padamu.
            “Aku pengen makan bakso di tempat yang biasa kita makan” katamu lagi.
            “Ya udah makan aja”
            “kamu mau nemenin nggak?”
            “Aku di Padang sekarang”
            “Ngapain?”
            “Kerja”
            Aku terpaksa berbohong agar mempunyai alasan untuk menolak permintaanmu. Aku tak menghendaki pertemuan itu. Ibuku juga tak akan lagi sudi melepasku pergi bersamamu.
            “Oh. Udah punya pacar, ya, sekarang. Anak mana?”
            “Adalahh” jawabku penuh teka-teki. Aku membiarkanmu menebak-nebak.
            Tiba-tiba ibu memanggilku. Aku tak mau suara ibu terdengar olehmu. Aku segera mematikan telfon. Tak lama kemudian kamu menelfon lagi.
            “Ya?”
            “Kenapa dimatiin?” tanyamu protes.
            “Oh tadi pacarku nelfon..mmm..udah dulu, ya, nanti dia mau nelfon lagi soalnya..” aku  berbohong.
            “Oh ya udah” kamu mengucap salam lalu mematikan telfon.

Aku benar-benar tak puya alasan lagi untuk masuk ke kehidupanmu, mantan. Di saat kamu memutuskan untuk mengakhiri “kita” aku berjuang keras untuk menahan inginku untuk menelfonmu. Ku nikmati tiap tetes air mata rindu. Ketika air itu sampai pada hati yang luka, rasanya amat pilu. Tapi sekarang, kamu mungkin punya banyak alasan untuk menghubungiku lagi. Mungkin kamu bosan dengan wanita yang telah merebutmu dari ku itu, hubungan kalian berakhir, atau kamu hanya coba mempermainkanku sekali lagi. Aku sempat berubah wujud menjadi wanita yang tolol ketika memaafkan dan memaafkan setiap kebrengsekan demi kebrengsekan yang kamu buat. Aku berulang kali memberi kesempatan, namun sia-sia tak berguna.
Sekarang aku tak ingin menjadi Netri yang bodoh lagi. ketika kamu memilih menyakitiku dengan sangat sadis, disaat itulah sebuah keyakinan menguatkanku bahwa;aku masih punya kesempatan untuk mendapatkan lelaki yang lebih baik darimu.
Ingatlah ketika kamu dengan perempuan barumu mencaci maki aku. Ingatlah ketika kalian tertawa di atas pedihku. Ingatlah ketika aku memohon hatimu lagi untukku waktu itu, tapi kamu malah menamparku dengan sangat keras lewat sebuah kenyataan bahwa kamu mantap memulai kisah baru dengan perempuan serampangan itu. Bukan ingin mengajarimu menjadi pendendam. Tapi aku hanya ingin kamu belajar bahwa tak selamanya wanita itu bodoh oleh cinta. Hingga kamu tak lagi melakukannya pada wanita lainnya.

                                        Pariaman, 11 Novermber 2014 ketika, rintik hujan berjatuhan dengan manjanya..

@Netriolala


Image By Google


Tidak ada komentar:

Posting Komentar