‘Ego!”
Bukan sekali dua kali kau menudingku dengan kata itu ketika kita bertengkar.
Aku
terkaum! Benarkah aku ego?
Ku
tilik kebelakang dengan terus membawa tanya ‘apa benar aku ego?’ Setiap pertengkaran
yang terjadi, selalu aku yang meminta maaf. Itukah ego? Setiap aku protes
karena ia jarang memberi kabar, itukah ego? Ketika aku marah, dan berusaha
menjelaskan apa yang membuatku marah itukah ego? Ketika aku butuh sedikit saja
perhatian di sela kesibukannya itukah ego? Ketika aku berusaha menjaga hubungan
ini agar tetap baik dengan memaparkan hal-hal yang tidak aku sukai itukah ego? Ketika
aku melarang hal-hal kecil yang kerap kau lakukan yang dapat mengganggu
kesehatanmu, itukah ego? Ketika aku menyarankan kau harus begini dan begitu
demi masa depanmu itukah ego?
Ya,
anggap saja itu ego. Ego seorang aku yang terlalu meninginkan yang terbaik
bagimu. Ego seorang aku yang begitu takut kehilanganmu. Ego seorang aku yang
terlalu menyayangimu.
Lalu,apa
kau tahu apa ego terbesarku?
Ego
terbesarku adalah menghubungimu terlebih dahulu dan meminta hubungan ini
diperbaiki ketika kau jengah dan meminta berpisah. Ya, itu adalah ego
terbesarku. Dan apa kau tahu, untuk melakukan hal itu aku berperang dengan
logika dan harga diriku…
Terimakasih..
Egoku memanggilku keluar untuk
menemukan yang lebih baik darimu. Darimu yang ‘selalu benar’ dan darimu yang
membalut rasa bosan dengan melempar kalimat “Kamu terlalu ego, Netri!”
Pariaman,
7/3/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar