Minggu, 05 Juli 2015

Catatan Kalut Tak Berjudul


Aku seperti berada pada sebuah ruang kosong. Aku hanya bisa melakukan dua hal. Bernafas dan berpikir; “akan kemana aku setelah ini..?”
Aku seperti terasing…
Tiada teman…
Bahkan hanya untuk sekedar bertukar fikiran.
Semenyedihkan inikah hidupku sekarang?
Atau aku yang baru menyadari, bahwa dititik inilah, kehidupan baru dimulai?
Sebulan yang lalu aku baru saja diwisuda. Gelar sarjana ku peroleh. Tugas-tugas, skripsi dan segala hal berbau kuliah berakhir pada tanggal 30 Mei 2015 itu. Lalu apa yang dapat ku lakukan sekarang? TIDAK ADA! Aku hanya sibuk membuka satu persatu media sosialku. Seperti Twitter, facebook, instagram, dan BBMku. Tanpa tau aku harus kontak dengan siapa. Tanpa tahu aku ingin berkomunikasi dengan siapa. Hanya mengecek pembaruan-pembaruan mereka yang ku sebut teman, dan membiarkan handphoneku mati berjam-jam setlahnya. Sebegitu tidak petingnya hidupku!
Ku tatap ibu. Dia tak segemuk seperti beberapa tahun lalu. Diabetes menggerogoti badannya. Dalam hati lirih ku berkata “Apa yang sudah ku lakukan untuknya?”. Tak mudah seorang single parents mengantar anaknya ke gerbang pendidikan tertinggi. Ku tahu, ibuku tertatih melakukan itu. Aku merasa berdosa karena belum bisa mempersembahkan apa-apa. Baktiku baru seujung kuku. Baru sebatas mengumpulkan sedikit demi sedikit uang yang ku perolah untuk membelikan sekotak gula khusus untuk diabetes. Baru sebatas merebuskan daun sirsak yang ku minta di rumah tetangga untuk menurunkan gula darahnya. Lalu setiap bulannya mengantar beliau ke puskesmas terdekat untuk mengecek gula darahnya.
Sempat, terpikirkan untuk menikah. Aku takut kelak aku menikah, ibu tak lagi ada bersamaku. Namun segera ku buang pikiran picik itu. Aku belum sepenuhnya menomorsatukannya, bagaimana nanti jika aku menikah, tentu prioritasku lebih pada suami dan anak-anakku. Aku belum sepenuhnya bisa membahagiakannya. Aku belum bisa membelikan apa-apa, selain mentraktir beliau makan dari uang yang ku perolah dari menang lomba menulis. Hanya itu. Baru sebatas itu.
Aku benar-benar berada pada titik paling sedih hingga lupa bagaimana caranya meneteskan air mata. Aku berada pada titik terhampa, tanpa tahu cara meredamnya.
Ini bukan catatan seorang pengangguran baru. Tapi ini masalah, tega atau tidaknya meninggalkan ibuku untuk erangkat ke kota mengejar cita-cita. Aku begitu takut jauh dari beliau. Tapi aku juga tak ingin berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Haaahh…kalutku sudah mencapai puncaknya!!!

 Pariaman, 5/7/2015

3 komentar:

  1. Berbuat baik pd ibu adl diatas segalanya, bersungguh sungguhlah ...rejeki will folow

    BalasHapus
  2. Berbuat baik pd ibu adl diatas segalanya. Bersungguh sungguhlah...rezeki will follow

    BalasHapus