Aku
seperti berada pada sebuah ruang kosong. Aku hanya bisa melakukan dua hal. Bernafas
dan berpikir; “akan kemana aku setelah ini..?”
Aku
seperti terasing…
Tiada
teman…
Bahkan
hanya untuk sekedar bertukar fikiran.
Semenyedihkan
inikah hidupku sekarang?
Atau
aku yang baru menyadari, bahwa dititik inilah, kehidupan baru dimulai?
Sebulan
yang lalu aku baru saja diwisuda. Gelar sarjana ku peroleh. Tugas-tugas,
skripsi dan segala hal berbau kuliah berakhir pada tanggal 30 Mei 2015 itu. Lalu
apa yang dapat ku lakukan sekarang? TIDAK ADA! Aku hanya sibuk membuka satu
persatu media sosialku. Seperti Twitter, facebook, instagram, dan BBMku. Tanpa
tau aku harus kontak dengan siapa. Tanpa tahu aku ingin berkomunikasi dengan
siapa. Hanya mengecek pembaruan-pembaruan mereka yang ku sebut teman, dan
membiarkan handphoneku mati berjam-jam setlahnya. Sebegitu tidak petingnya
hidupku!
Ku
tatap ibu. Dia tak segemuk seperti beberapa tahun lalu. Diabetes menggerogoti
badannya. Dalam hati lirih ku berkata “Apa yang sudah ku lakukan untuknya?”. Tak
mudah seorang single parents mengantar anaknya ke gerbang pendidikan tertinggi.
Ku tahu, ibuku tertatih melakukan itu. Aku merasa berdosa karena belum bisa
mempersembahkan apa-apa. Baktiku baru seujung kuku. Baru sebatas mengumpulkan
sedikit demi sedikit uang yang ku perolah untuk membelikan sekotak gula khusus
untuk diabetes. Baru sebatas merebuskan daun sirsak yang ku minta di rumah
tetangga untuk menurunkan gula darahnya. Lalu setiap bulannya mengantar beliau
ke puskesmas terdekat untuk mengecek gula darahnya.
Sempat,
terpikirkan untuk menikah. Aku takut kelak aku menikah, ibu tak lagi ada
bersamaku. Namun segera ku buang pikiran picik itu. Aku belum sepenuhnya
menomorsatukannya, bagaimana nanti jika aku menikah, tentu prioritasku lebih
pada suami dan anak-anakku. Aku belum sepenuhnya bisa membahagiakannya. Aku belum
bisa membelikan apa-apa, selain mentraktir beliau makan dari uang yang ku
perolah dari menang lomba menulis. Hanya itu. Baru sebatas itu.
Aku
benar-benar berada pada titik paling sedih hingga lupa bagaimana caranya meneteskan
air mata. Aku berada pada titik terhampa, tanpa tahu cara meredamnya.
Ini
bukan catatan seorang pengangguran baru. Tapi ini masalah, tega atau tidaknya
meninggalkan ibuku untuk erangkat ke kota mengejar cita-cita. Aku begitu takut
jauh dari beliau. Tapi aku juga tak ingin berdiam diri tanpa melakukan apa-apa.
Haaahh…kalutku sudah mencapai puncaknya!!!
Pariaman, 5/7/2015
Berbuat baik pd ibu adl diatas segalanya, bersungguh sungguhlah ...rejeki will folow
BalasHapusBerbuat baik pd ibu adl diatas segalanya. Bersungguh sungguhlah...rezeki will follow
BalasHapussyukuri ap yg ad sekarang....
BalasHapus